Media Informasi Dan Dakwah Pondok Pesantren Al-Ihsan Gembong

KISAH TANGISAN SYEKH AL-BUTHI

KISAH TANGISAN SYEKH AL-BUTHI



Syahidul-Mihrab Syekh Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, ulama pakar ilmu akidah, filsafat dan pemikiran Islam dari Syiria (w. 2013) ini pernah bercerita:

"Ada sebuah cerita yang ingin aku sampaikan dari dulu, tapi aku masih ragu-ragu. Namun dalam kesempatan ini aku akan menceritakannya. Ceritanya begini.

Ada seorang jamaah yang rutin hadir dalam pengajian ini, tapi sepertinya selama Ramadan ini ia tidak datang. Insyaallah dia adalah orang saleh.

Dia memiliki jenggot yang tebal. Suatu hari aku melihatnya telah mencukur jenggotnya lebih dari biasanya, terlalu tipis, bahkan hampir habis tercukur.  (Lalu) terbesit dalam pikiranku untuk mengritiknya:


"Kenapa kamu mencukur jenggotmu seperti itu? Kalau memang dari dulu jenggotmu sudah tipis atau tidak ada sama sekali tidak masalah..."

Kritikan itu masih belum aku utarakan, masih berupa bisikan dalam hati. (Tak berselang lama setelah itu) aku pergi ke tukang cukur untuk merapikan jenggotku. Ternyata Allah ingin menegurku. Tanpa disengaja tukang cukur itu mencukur jenggotku sampai habis. Aku langsung teringat apa yang aku pikirkan mengenai salah satu jamaah yang aku kritik itu. Dia sekarang sedang tidak hadir, tapi insyallah besok aku akan menemuinya dan meminta maaf.

Tiba-tiba Syekh al-Buthi menangis. Dengan suara lirih dan terpatah-patah beliau berkata:

"Wahai para saudaraku, kita tidak boleh mengkritik orang lain (seperti ini), apalagi kritikan dalam hati. Itu bagian dari suuzhan pada hamba Allah. Kalau memang ada kejanggalan silahkan tanya kepada yang bersangkutan, konfirmasi, bicara baik-baik. Jangan seperti diriku ini. Aku merasa dengan mengkritik dia aku sudah berbuat baik. Aku berdoa semoga Allah menganugerahi kita adab dan akhlak yang baik saat memperlakukan hamba-hamba-Nya."

Aspek akhlak memang menjadi titik pembeda yang bisa menunjukkan kelas seseorang yang sebenarnya. Lihatlah Syekh al-Buthi. Hanya karena mempunyai kritik buruk atas seseorang yang baru terbersit dalam hatinya (dan belum sampai diungkapkan), beliau sudah merasa sangat berdosa dan bersalah, bahkan demi itu beliau rela meminta maaf.

Cerita dari Syekh al-Buthi di atas mengajarkan kita agar tidak suuzhan atau berprasangka buruk kepada sesama muslim.

Suuzhan adalah tindakan tidak terpuji yang harus dihindari sebisa mungkin. Dalam perspektif Islam, ia diartikan sebagai tindakan berprasangka buruk pada orang lain tanpa ada dasar yang jelas. Islam mengharamkan perilaku seperti ini karena dapat merusak tatanan kehidupan sosial baik dalam keluarga, sahabat, masyarakat maupun dalam konteks negara.

Allah SWT. berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ  اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ĥujurāt:12)

Syekh Syamsuddin al-Qurthubi (w. 671 H.) dalam "Tafsir al-Qurthubi" menjelaskan, menurut satu pendapat ayat ini diturunkan mengenai 2 orang shahabat Nabi SAW. yang menggunjing seorang temannya. 

Peristiwa itu bermula dari kebiasaan Rasulullah SAW. saat melakukan perjalanan. Rasulullah SAW. selalu menggabungkan seorang lelaki miskin kepada dua orang lelaki kaya, di mana lelaki miskin ini bertugas untuk melayani mereka.

Dalam kasus ini, Rasulullah SAW. kemudian menggabungkan Salman kepada dua orang lelaki kaya. Singkat cerita, pada saat 2 orang lelaki kaya tersebut lapar, maka mereka menyuruh Salman untuk meminta makan kepada Rasulullah SAW. Setelah bertemu Rasulullah SAW., Beliau berkata kepada Salman, "Pergilah engkau kepada Usamah bin Zaid! Katakanlah padanya, jika dia mempunyai sisa makanan, maka hendaklah dia memberikannya kepadamu."

Setelah bertemu dengan Usamah, beliau mengatakan bahwa beliau tidak memiliki apapun. Akhirnya Salman kembali kepada kedua lelaki kaya tersebut dan memberitahukan hal itu (tidak adanya makanan). Namun kedua lelaki tersebut berkata, "Sesungguhnya Usamah itu mempunyai sesuatu, tapi dia itu kikir". Selanjutnya mereka mengutus Salman pergi ke tempat sekelompok shahabat, namun Salman tidak menemukan apapun di tempat mereka.

Akhirnya kedua lelaki tersebut memata-matai Usamah untuk melihat apakah Usamah memiliki sesuatu atau tidak. Tindakan mereka ini akhirnya terlihat oleh Rasulullah SAW. dan Beliau bersabda, "Mengapa aku melihat daging segar di mulut kalian berdua?" Mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, hari ini kami tidak makan daging atau yang lainnya." Rasulullah SAW. bersabda, "Tapi, kalian sudah memakan daging Usamah dan Salman". Maka turunlah ayat ini, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa."

Mengenai hal ini Rasulullah SAW. juga bersabda:

إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث

"Jauhilah olehmu sifat prasangka buruk. Karena ia merupakan paling dustanya pembicaraan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas setidaknya mempunyai empat kandungan hukum, sebagaimana disebutkan dalam kitab "Ibanatul-Ahkam". Pertama, kewajiban berbaik sangka kepada Allah SWT.. Kedua, keharaman berburuk sangka kepada Allah SWT. dan orang-orang yang nampak adil dan menjaga kehormatannya. Ketiga, kesunahan berprasangka baik kepada orang baik. Keempat, kebolehan berburuk sangka pada orang yang terkenal jahat.

Setelah mengetahui semua keterangan ini, hendaknya kita jauhi sejauh-jauhnya sikap berburuk sangka. Bersihkan sebersih -bersihnya sifat tersebut dari hati kita.

Pertengkaran antara dua orang bisa terjadi, perpecahan dalam keluarga, kelompok, organisasi bisa muncul, kekacauan sebuah negara bisa datang, semuanya bisa  disebabkan oleh prasangka buruk. Orang baik bisa berubah menjadi jahat, dan orang jahat bisa semakin jahat lantaran terjangkit penyakit suuzhan, dan pelakunya lama-lama akan dikucilkan oleh masyarakat, dianggap sebagai 'duri' dalam kehidupan sosial.