Ash-Shiddiqah (perempuan yang jujur, selaras ucapan dengan perbuatannya) binti ash-Shiddiq, dan al-‘Atiqah (yang mulia, terhormat) binti al-‘Atiq, demikian Siti 'Aisyah dijuluki.
Sayyidah 'Aisyah juga punya laqab/julukan lain seperti Habibatul-Habib (kekasihnya kekasih), al-Mubarraah (wanita yang dibersihkan dari tuduhan keji), ath-Thayyibah (perempuan yang baik), al-Humaira' (yang berkulit putih kemerah-merahan), dan al-Muwaffaqah (perempuan yang beruntung, yang mendapatkan taufik).
Banyaknya julukan yang Siti ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha miliki dan kandungan makna dari julukan-julukan tersebut menunjukkan keutamaannya yang luhur dan mulia.
Nama kun-yah beliau adalah Ummu ‘Abdillah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamainya dengan nama kun-yah tersebut ketika ‘Aisyah meminta agar Nabi memberinya nama kun-yah. Maka Nabi pun memberinya nama kun-yah yang disandarkan kepada nama dari anak lelaki Sayyidah Asma’, saudari perempuan Sayyidah 'Aisyah sebagai bentuk penghiburan baginya.
Selain itu, ada satu sebutan lagi yang diberikan oleh Nabi kepada beliau, yang sekaligus menunjukkan betapa besarnya rasa cinta dan perhatian Nabi kepadanya, Nabi biasa memanggil beliau dengan ucapan, “Wahai ‘Aisy,” dalam bentuk munada tarkhim (sebuah bentuk panggilan/nida' dengan cara membuang huruf akhir dari nama orang yang dipanggil sebagai ungkapan kelembutan dan kasih sayang). Ini merupakan adat istiadat Arab terhadap orang yang dicintai. Dalam hal ini, terdapat riwayat dari Siti ‘Aisyah sendiri, dia berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata, “Wahai ‘Aisy! Ini Jibril mengucapkan salam kepadamu.” Maka aku berkata, “Wa ‘alaihissalam wa rahmatullah.” Dan ‘Aisyah mengatakan, “Jibril melihat hal yang tak kami lihat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Riwayat lain mengatakan, Siti 'Aisyah dipanggil Nabi dengan sebutan 'Uwaisy, sebagaimana penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar. Imam ath-Thabarani menyebutkannya di kitab al-‘Isyrah dari jalan Muslim bin Yassar, dia berkata: "Telah sampai kepadaku bahwasanya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– masuk menemui ‘Aisyah, lalu beliau berkata, “Wahai ‘Uwaisy, mengapa kulihat wajahmu memerah?” [Lihat: al-Ishabah karya Ibnu Hajar, vol VIII, hlm. 253]
Siti 'Aisyah adalah jodoh pilihan langsung dari Allah untuk Baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana riwayat di bawah ini:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ اﻟﻠﻪِ -ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: "ﺃُﺭِﻳْﺘُﻚِ ﻓِﻲ اﻟﻤَﻨَﺎﻡِ ﺛَﻼَﺙَ ﻟَﻴَﺎﻝٍ ﺟَﺎءَ ﺑِﻚِ اﻟﻤَﻠَﻚُ ﻓِﻲ ﺳَﺮَﻗَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺣَﺮِﻳْﺮٍ ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ: ﻫَﺬِﻩِ اﻣْﺮَﺃَﺗُﻚَ ﻓَﺄَﻛْﺸِﻒُ، ﻋَﻦْ ﻭَﺟْﻬِﻚِ ﻓَﺈِﺫَا ﺃَﻧْﺖِ ﻓِﻴْﻪِ. ﻓَﺄَﻗُﻮْﻝُ: ﺇِﻥْ ﻳَﻚُ ﻫَﺬَا ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ اﻟﻠﻪِ ﻳُﻤْﻀِﻪِ"
"'Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku bermimpi tentangmu selama 3 malam. Malaikat membawanya dalam sebuah tempat yang terbuat dari sutera. Malaikat berkata: "Ini adalah istrimu". Aku buka wajahmu ternyata engkau di dalamnya". 'Aisyah berkata: "Jika ini datang dari Allah maka akan berlanjut." (HR. Muslim dan Ahmad)
Satu-satunya istri Nabi yang dinikahi tatkala gadis ini adalah sosok yang jujur, setia, tulus, dan terhormat, namun juga memiliki sisi keunikan tersendiri lewat sifat pencemburunya yang begitu besar terhadap Baginda Rasulullah.
Ayahnya bernama 'Abdullah bin 'Utsman bin ‘Amir bin ‘Amar bin Ka‘b bin Sa’d bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyi at-Taimi atau biasa dipanggil Abu Bakar ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir al-Kinaniyyah, sahabat wanita yang agung dan beriman yang pernah disabdakan oleh Rasulullah: “Siapa yang ingin melihat bidadari maka hendaklah ia melihat Ummu Ruman.”
Siti 'Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya secara langsung melalui firman-Allah. Beliaulah Sang Ummul Mukminin, istri yang paling Rasulullah sayangi dan putri dari laki-laki yang beliau cintai.
Siti 'Aisyah adalah wanita yang telah membuktikan sejak dahulu kala, bahwa seorang wanita pun bisa menjadi lebih unggul daripada laki-laki dan bisa menjadi politikus, bahkan komandan perang.
Wanita ini telah berguru dan dididik dalam madrasah nubuwah, madrasah iman, dan madrasah perjuangan. Latar belakang pendidikan beliau bisa dikatakan sempurna. Mengapa demikian? Karena pada masa kanak-kanaknya, beliau dididik langsung oleh guru umat Islam dan manusia paling utama di antara mereka, yaitu ayah beliau sendiri: Sayidina Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. Sedang pada masa remajanya, ia dibimbing langsung oleh mahaguru umat manusia, orang yang paling mulia dan paling utama di alam semesta, yaitu suaminya sendiri: Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Siti 'Aisyah sungguh memiliki kedudukan agung seperti dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Shafwan:
“Ada tujuh hal pada diriku yang tidak dimiliki oleh wanita manapun, kecuali yang diberikan oleh Allah kepada Maryam binti 'Imran. Demi Allah, aku tidak mengatakan ini sebagai kesombongan terhadap para sahabatku (maduku). Tujuh hal itu adalah (1) Malaikat Jibril pernah turun membawa gambarku kepada Rasulullah (dalam mimpi); (2) Rasulullah menikahiku saat aku baru berusia tujuh tahun lalu aku diberikan kepada beliau saat berusia sembilan tahun; (3) Beliau menikahiku sebagai seorang gadis dan tidak ada seorang manusia pun yang menyamaiku; (3) wahyu datang kepada Rasulullah SAW saat aku dan beliau dalam selimut yang sama; (4) aku adalah orang yang paling beliau cintai; (5) ada ayat yang turun berkaitan denganku ketika umat ini hampir hancur; (6) Aku pernah melihat Jibril dan tidak satu pun istri Rasulullah selain aku yang pernah melihatnya: (7) dan Rasulullah SAW wafat di rumahku tanpa ada seorang pun menemani selain malaikat dan aku."
SEORANG MUJTAHID MUTLAK
Dalam satu keterangan disebutkan, Siti 'Aisyah tergolong mujtahid mutlak, level tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh orang tertentu dalam bidang fikih. Banyaknya fatwa yang beliau cetuskan sudah masyhur di kalangan shahabat Nabi. Kemasyhuran berfatwa ini menjadi ciri yang membedakan mana shahabat yang mencapai derajat mujtahid mutlak dan mana yang tidak mencapainya. Fatwa-fatwa Siti 'Aisyah kebanyakan berhubungan dengan masalah-masalah khusus wanita dan hukum-hukum syariat yang terkait dengan mereka.
Keahlian Siti 'Aisyah dalam berijtihad mengenai permasalahan agama bisa dikatakan sulit ditandingi siapapun. Alasannya, pemahaman agama beliau didapatkan secara langsung dari Nabi lewat as-sama' (mendengar langsung), dan al-qurb (kedekatan dengan Nabi, bahkan beliau paling dekat dengan Nabi sepeninggalan Siti Khadijah). Belum lagi sisi ke-superjenius-an beliau dalam istinbathul-hukm (menggali sebuah hukum), dan mendapatkan didikan serta pengarahan langsung dari Nabi dalam lingkungan kenabian (baitun-nubuwwah). [Lihat: Mausu'atu Fiqhi 'Aisyah Ummil-Mu'minin; Hayatuha wa Fiqhuha, karya Syekh Sa'id Fayiz ad-Dakhil, hlm. 10]
Sudah maklum di kalangan muslim bahwa seorang wanita yang datang bulan diharamkan membaca al-Qur'an, dan diperbolehkan membaca zikir. Atau ketika melakukan shalat sunnah, seseorang boleh menunaikannya dengan berdiri atau duduk. Kedua permasalahan ini hanyalah sebagian dari banyak hukum fikih yang dalilnya bersumber dari Siti 'Aisyah radhiyallahu 'anha. [Lihat: Fatawa 'Aisyah fid-Din wal-Hayat, karya Syekh Ibrahim Muhammad al-Jamal, hlm. 26–30]
Selain menjadi pendamping hidup Nabi yang selalu siap memberi dorongan dan motivasi kepada suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan dari kaumnya, Siti 'Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam madrasah nubuwah. Beliau tercatat termasuk orang yang memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab.
Untuk yang terakhir ini (keunggulan dalam syair Arab), ada komentar menarik dari Dr. Muhammad Abu Musa, dosen ilmu balaghah di Universitas Al-Azhar Mesir yang disebut sebagai salah satu ulama modern yang paling alim dalam ilmu linguistik Arab. Beliau berkata, "Sayyidah 'Aisyah adalah tokoh perempuan yang menafsirkan al-Qur'an di awal masa Islam. Beliau menghapal syair-syair karya Labid (pendekar syair Jahiliah yang syairnya pernah dipuji Rasulullah). Beliau banyak meriwayatkan syair Arab. Saya bertanya-tanya kenapa beliau tidak memilih Nabighah, Zuhair, dan pendekar-pendekar syair lainnya. Apa yang membuat ibu kita, Sayyidah 'Aisyah justru memilih Labid?
Setelah membaca syair Labid, saya tidak menemukan satu kalimat pun dalam syairnya yang mencaci kehidupan."
Sayyidah 'Aisyah bisa dikatakan pegiat syair-syair Arab. Al-Imam adz-Dzahabi menerangkan, Sayyidah 'Aisyah meriwayatkan 1000 syair. Sementara kata Syekh Ibnu 'Abdil-Barr, beliau telah meriwayatkan 10 ribu syair Arab Jahiliyah yang terkenal dengan kerumitan dan keruwetan makna serta gaya bahasanya itu.
Di luar polemik ulama tentang syair riwayat beliau, kepakaran beliau dalam syair sangat menakjubkan, tak bisa dipungkiri. Begitu hebatnya beliau sampai syair Arab Jahiliah digunakan beliau untuk memahami makna-makna gharib (asing/tidak dipahami umumnya orang) dalam al-Qur'an, sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas.
Semua keunggulan inilah yang menjadikan Sayyidah 'Aisyah sebagai rujukan dan konsultan para pembesar sahabat ketika mereka mendapatkan permasalahan agama yang rumit.
REFLEKSI LAGU "AISYAH ISTRI RASULULLAH"
Melihat betapa viralnya sebuah lagu yang menceritakan sosok Siti 'Aisyah berikut interaksinya dengan Rasulullah SAW, kami bukannya tidak setuju dengan lagu itu. Hanya saja lagu tersebut paling maslahatnya lebih menonjolkan sisi keilmuan Sayyidah 'Aisyah. Tidak sekadar menampilkan beliau sebagai sosok wanita cantik yang romantis dan semacamnya.
Kalau kita mengamati fenomena kaum muslimah zaman sekarang, ada beberapa hal yang bisa membuat kita mengernyitkan dahi. Banyak wanita muslimah yang berhijab nyaris sempurna, namun kurang dalam akhlak (inner beauty) dan ilmu agama. Banyak yang lebih mengedepankan penampilan fisik; berhijab namun gemar menarik perhatian lawan jenis; menyebarkan foto-foto cantiknya di media sosial; bertingkah laku tak sopan; penuh gaya; pergaulan yang melewati batas; dan problem-problem lain yang penuh ironi.
Wanita muslimah zaman sekarang banyak yang lebih menekankan identitas fisik sebagai muslimah, akan tetapi lupa dengan identitas akhlaki. Masalahnya semakin kompleks karena banyak yang salah dalam memilih idola, panutan, dan role model kehidupan, terutama para generasi muslimah millenial zaman sekarang. Bisa kita lihat, mereka lebih menggemari bintang-bintang luar negeri seperti Korea dan Barat, hapal lagu-lagunya namun tak pernah hapal shalawat, kurang mengenal manaqib Nabinya, dan kisah-kisah teladan para shahabat dan ulama salaf.
Permasalahan wanita muslimah zaman ini terletak pada akhlak dan ilmu agama. Keduanya saling bertalian dan saling mempengaruhi satu sama lain. Tanpa ilmu agama, tak mungkin memperoleh pengetahuan tentang akhlak mulia. Tanpa akhlak mulia, tak mungkin ilmu agama yang didapatkan tampak manfaatnya. Muslimah zaman ini lebih membutuhkan panutan akhlak dan agama, bukan panutan dalam sisi tampilan fisik. Dan Siti 'Aisyah adalah salah satu jawabannya.
Sayyidah 'Aisyah tidak hanya sebagai Ummul Mukminin yang cantik, tetapi juga menjadi sumber rujukan dalil-dalil agama. Ini yang perlu ditekankan dan tentunya ditiru.
Keluhuran ilmu Siti 'Aisyah bisa diketahui dari komentar al-Hafidz adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyaru A'lamin-Nubala':
ﻭَﻻَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻓِﻲ ﺃُﻣَّﺔِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ -ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ- ﺑَﻞْ ﻭَﻻَ ﻓِﻲ اﻟﻨِّﺴَﺎءِ ﻣُﻄْﻠَﻘﺎً اﻣْﺮَﺃَﺓً ﺃَﻋْﻠَﻢَ ﻣِﻨْﻬَﺎ.
"Tidak pernah kuketahui di dalam umat Muhammad –shalallahu alaihi wasallam– ini, bahkan keseluruhan wanita secara mutlak, wanita yang lebih berilmu dibanding 'Aisyah."
Masih dalam kitab yang sama adz-Dzahabi menjelaskan,
"ﻣُﺴْﻨَﺪُ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ": ﻳَﺒْﻠُﻎُ ﺃﻟﻔﻴﻦ ﻭﻣﺌﺘﻴﻦ ﻭَﻋَﺸْﺮَﺓِ ﺃَﺣَﺎﺩِﻳْﺚَ. اﺗَّﻔَﻖَ ﻟَﻬَﺎ اﻟﺒُﺨَﺎﺭِﻱُّ ﻭَﻣُﺴْﻠِﻢٌ ﻋَﻠَﻰ ﻣﺌﺔ ﻭَﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٍ ﻭَﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﺣَﺪِﻳْﺜﺎً ﻭَاﻧْﻔَﺮَﺩَ اﻟﺒُﺨَﺎﺭِﻱُّ ﺑِﺄَﺭْﺑَﻌَﺔٍ ﻭَﺧَﻤْﺴِﻴْﻦَ ﻭَاﻧْﻔَﺮَﺩَ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ﺑِﺘِﺴْﻌَﺔٍ ﻭَﺳِﺘِّﻴْﻦَ.
"Hadis sanad yang dimiliki 'Aisyah: mencapai 2210 hadis. Al-Bukhari dan Muslim menyepakati hadis dari 'Aisyah sebanyak 174 hadis. Al-Bukhari saja meriwayatkan dari 'Aisyah sebanyak 54 hadis. Dan Muslim saja yang meriwayatkan dari 'Aisyah sebanyak 67 hadis."
Di samping itu, Siti 'Aisyah adalah penuntut ilmu yang gigih dan asli hasil didikan Nabi. Hampir di setiap saat Baginda Nabi menempa dan memberi ilmu baru kepada beliau lewat petuah-petuahnya, bahkan saat hendak tidur sekalipun.
Disebutkan dalam Durratun Nâshihîn fil-Wa’zhi wal-Irsyâd karya Syekh ‘Utsmân bin Hasan bin Ahmad Syâkir al-Khubari, seorang ulama yang hidup di abad kesembilan hijriah (hlm. 341):
روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لعائشة رضي الله عنها: يا عائشة لا تنامي حتى تعملي أربعه أشياء: حتى تختمي القرآن وحتى تجعلي الأنبياء لك شفعاء يوم القيامة، وحتى تجعلي المسلمين راضين عنك، وحتى تجعلي لك حجة وعمرة.
فدخل صلى الله عليه وسلم، فبقيت على الفراش حتى أتم الصلاة، فلما أتمها قالت: يا رسول الله، فداك أبي وأمي، أمرتني أربعه أشياء لا أقدر في هذه الساعة أن أفعلها ,
فتبسم رسول الله وقال: إذا قرأت قل هو الله أحد ثلاثا فكأنك ختمت القرآن، وإذا صليت علي وعلى الأنبياء من قبلي فقد صرنا لك شفعاء يوم القيامة، وإذا استغفرت للمؤمنين فكلهم راضون عنك، وإذا قلت : سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر فقد حججت واعتمرت.
"Diriwayatkan bahwa suatu saat Nabi SAW. bersabda pada 'Aisyah r.a. ketika hendak tidur: “'Aisyah, kamu jangan tidur sebelum mengkhatamkan al-Qur’an dan menjadikan para Nabi menyafaatimu kelak di hari kiamat, semua orang Islam telah rida kepadamu serta tunaikanlah haji dan umrah." Lalu Beliau SAW melanjutkan shalatnya. Selesai shalat Siti 'Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Engkau perintahkan aku melakukan empat perkara dalam waktu (yang singkat) yang aku tidak bisa melaksanakannya”.
Beliau SAW, dengan tersenyum mengatakan: “Ketika kamu membaca Surat al-Ikhlash sebanyak 3 kali, maka seakan kamu telah mengkhatamkan al-Qur’an, ketika kamu membaca shalawat atasku juga atas para Nabi sebelumku, maka kami para Nabi kelak di hari kiamat akan menyafaatimu, ketika kamu memohonkan ampunan semua orang mukmin, maka mereka telah rida kepadamu dan ketika kamu membaca tasbih (lengkap), maka berarti kamu telah berhaji dan berumrah”.
Dalam bidang hadis, Siti 'Aisyah termasuk satu dari beberapa shahabat Nabi yang mempunyai hapalan hadis paling banyak. Memang benar, secara kuantitas jumlah hapalan hadis Abu Hurairah lebih banyak dari beliau, 5000 lebih hafalan hadis Abu Hurairah. Akan tetapi, dalam hal penyampaian Sayyidah 'Aisyah lebih baik. Seperti yang ditunjukkan oleh riwayat berikut ini:
عن ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﺃَﻻَ ﻳُﻌْﺠِﺒُﻚَ ﺃَﺑُﻮ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺟَﺎءَ ﻓَﺠَﻠَﺲَ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺐِ ﺣُﺠْﺮَﺗِﻲ ﻳُﺤَﺪِّﺙُ، ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻳُﺴْﻤِﻌُﻨِﻲ ﺫَﻟِﻚَ، ﻭَﻛُﻨْﺖُ ﺃُﺳَﺒِّﺢُ، ﻓَﻘَﺎﻡَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﺃَﻗْﻀِﻲَ ﺳُﺒْﺤَﺘِﻲ، ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﺩْﺭَﻛْﺘُﻪُ ﻟَﺮَﺩَﺩْﺕُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻳَﺴْﺮُﺩُ اﻟْﺤَﺪِﻳﺚَ ﻛَﺴَﺮْﺩِﻛُﻢْ»
"'Aisyah berkata: "Apakah kau tidak heran dengan Abu Hurairah, ia datang lalu duduk di dekat kamarku, ia menyampaikan hadis dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, ia mengeraskan suara agar kudengar, sementara aku sedang shalat Sunah. Tapi Abu Hurairah pergi sebelum aku selesai dari shalat sunah. Andaikan kujumpai dia maka akan aku tegur: "Nabi tidak menyampaikan sabdanya dengan cepat dan banyak seperti kalian." (HR. Muslim)
Keterangan seperti inilah yang seharusnya diketahui khalayak umum muslimin.
Dengan mengetahui semua itu, diharapkan para wanita masa kini dapat meniru dan meneladani Siti 'Aisyah, bukan sekadar pada sisi kemesraan seorang istri bagi suaminya, tetapi juga pada sisi keilmuan, kepandaian, dan kegigihan beliau dalam menuntut ilmu agama sehingga dapat mencapai posisi tertinggi sebagai rujukan para shahabat Nabi dalam mengatasi problematika syariat.
Memang benar, Sayyidah 'Aisyah r.a. disifati dengan kecantikan dan kulit yang cerah, akan tetapi para ulama ketika menulis biografi beliau dalam karya-karya mereka tidak hanya menyebutkan aspek itu, melainkan juga menyebutkan kemuliaan beliau dari sisi agama, kefakihan beliau, riwayat hadis beliau, dan hal-hal lain yang bersifat akhlaki. Sehingga saat orang membaca biografi beliau, yang ia rasakan adalah pancaran kedudukan tinggi, kemuliaan dan wibawa beliau, serta kefakihan dan kewarakannya.
Efeknya akan terasa beda jika yang ditonjolkan adalah aspek fisik beliau. Mungkin yang terbayang adalah cewek muda yang cantik rupawan, cute, sweet, dan 'bikin baper'. Apakah hal seperti itu yang ingin kita tanamkan di benak generasi kaum muslimin tentang ummul mukminin yang begitu mulia ini?
Wanita muslimah zaman ini lebih membutuhkan gambaran seorang panutan dalam kemuliaan akhlak dan kedalaman agama, bukan sekadar tampilan fisik belaka.
Sekian.