Apakah anda kenal dengan Nightingales
Bird? Atau Luscinia Megarhynchos? Mungkin anda akan menjawab tidak. Tadi itu
adalah nama lain dari burung Bulbul. Burung ini dinamai “Nightingales Bird”
karena sering berkicau atau bernyanyi di malam serta siang hari. Nama Nightingale
ini telah lama digunakan kurang lebihnya dari 1.000 tahun yang lampau, bahkan
sangat dikenal di Anglo-Saxon.
Burung ini mempunyai suara
yang sangat tajam dalam berkicau, biasanya bernyanyi saat fajar, selama satu
jam sebelum matahari terbit, dia berkicau dalam mempertahankan wilayah
kekuasaannya, kicauan yang paling khas dari irama ocehannya adalah crescendo bersiul
keras.
The Nightingale umum atau lebih
populer dengan sebutan burung Bulbul ini adalah merupakan salah satu dari
burung master terfavorit untuk burung kicauan seperti Murai Batu, Kacer,
Pentet, Pleci dan burung-burung lainnya.
Habitatnya di hutan-hutan
dan semak-semak belukar di wilayah Eropa dan sering berimigrasi ke wilayah Asia
Barat Daya. Di negara asalnya burung ini sangat populer, selain sering dibuat
sebagai narasi di cerita-cerita legenda dan sajak-sajak di setiap
perayaan besar. Musisi ternama seperti Kitaro pun terinspirasi oleh kicauan
merdu Nightingale. Maka tak salah kalau salah seorang penyair Arab menggubah
sebuah syair tentang burung “bersuara emas” ini,
أحرام على بلابله الدوح **** حلال للطير من كل جنس
“Apakah
pohon besar itu diharamkan bagi burung Bulbul
namun
dihalalkan bagi burung-burung yang lain?”
Kita semua tahu, sebagian dari binatang seperti burung ada yang indah rupanya, merdu suaranya. Kecantikan dan keindahan serta kemerduan pada umumnya dapat menarik kecintaan jiwa kepadanya. Mudahnya, hati kita sangat suka kepada keindahan dan kemerduan. Dengan melihat dan mendengarnya hati jadi hidup, jiwa jadi damai dan pikiran jadi rileks. Kenikmatan ini dirasakan menjalar ke seluruh tubuh. Ia dapat mendorong sekujur tubuh manusia; jiwa dan raganya lebih bersemangat untuk meneruskan hidup ini sebagai khalifah Allah yang taat di muka bumi.
Nabi sendiri, sangat
menyukai keindahan. Beliau bersabda: ”Sesungguhnya Allah itu maha indah dan suka
akan keindahan." Jadi, menyenangi hewan-hewan yang indah rupanya dan
bersuara merdu merupakan hal yang wajar, bahkan itu adalah salah satu dari
fitrah manusia yang mencintai segala bentuk keindahan, termasuk menyukai suara
merdu burung Bulbul.
Sejarah mencatat, banyak sekali
kisah-kisah inspiratif yang dapat kita peroleh dari burung “bersuara emas” ini.
Misalnya perjuangan keras si burung Bulbul yang berusaha memadamkan api yang dibuat
raja Namrud untuk membakar Nabi Ibrahim, atau cerita si burung yang selalu
menziarahi makam Imam Sufyan ats-Tsauri karena beliau telah membeli si burung
dan membebaskannya dari sangkar.
Dalam postingan kali ini kami akan salah satu kisah menarik mengenai burung mungil ini. Simaklah!
Pada suatu hari, burung Bulbul dilanda “galau berat”. Ia hampir gila karena gairah nafsunya yang membara. Perasaannya dituangkan dalam ribuan nada dan nyayian. Dan setiap nada mengandung rahasia-rahasia cinta.
"Rahasia-rahasia cinta tidak asing lagi bagiku," katanya. “Aku selalu mengajarkan nyanyian-nyanyian baru dan selalu pula mengulang duka yang baru. Bila aku terpisah dari mawarku maka hidup akan terasa sunyi. Aku tidak dapat lagi bernyanyi. Dan tak akan kubisikkan rahasiaku kepada siapapun. Hanya mawar yang mengerti perasaan cintaku. Cintaku pada mawar sangat dalam sehingga aku tak sempat memikirkan diriku sendiri. Hidupku disibukkan oleh mawar yang kelopaknya bercabang bagaikan kerang.”
Karena kasihan dengan penderitaan
rekannya yang lagi “buta cinta”, akhir burung Hud Hud menasihatinya,
"Wahai burung Bulbul, engkau
telah disilaukan oleh bentuk lahir segala sesuatu. Berhentilah menikmati
ketergantungan yang menyesatkan! Cinta mawar itu berduri, mengusik dan
menguasai dirimu. Meskipun mawar sangat jelita namun keindahannya fana.
Barangsiapa yang mencari kesempurnaan diri, janganlah diperbudak oleh cinta
yang cepat berlalu. Jika senyuman mawar itu membangkitkan birahimu, itu hanya
memenuhi hari dan malammu dengan ratapan dan kesedihan. Tinggalkanlah mawar dan
malulah terhadap dirimu sendiri. Di setiap awal musim semi ia mentertawakanmu
dan kemudian layu tak lagi mau tersenyum padamu.”
Sekian.
Sekian.