Media Informasi Dan Dakwah Pondok Pesantren Al-Ihsan Gembong

TERKADANG GARAM LEBIH MANIS DARIPADA GULA

TERKADANG GARAM LEBIH MANIS DARIPADA GULA

Dunia ini tercipta dilengkapi dengan berbagai macam rasa kehidupan. Ada manis, hambar, bahkan pahit. Manisnya hidup adalah rasa aman, damai, bahagia dan tenteram. Hambarnya hidup adalah hidup yang tak bermakna, tanpa disertai perasaan bahagia, namun tak ada rasa sedih. Sedang rasa pahitnya adalah rasa sedih, susah dan duka yang menyapa.


Cukup mudah bagi semua orang untuk menjawab pertanyaan manakah yang akan mereka pilih di antara rasa-rasa hidup tersebut. Karena hampir dapat dipastikan semuanya akan memilih rasa hidup yang manis.

Kehidupan yang manis dapat diibaratkan seperti gula. Oleh karena rasa manisnya, gula pun menjadi bahan favorit yang disukai banyak orang. Dicampurkan dalam minuman, makanan dll. Rasa manis merupakan salah satu rasa yang disukai lidah, sama seperti aroma harum yang disukai hidung. Rasa yang satu ini dapat memberikan sensasi enak dan nyaman pada lidah. Lain halnya dengan rasa asin atau pahit. Penulis sendiri termasuk penggemar rasa manis.

Memang benar, ada asumsi negatif dari para psikolog, mereka mengatakan bahwa orang yang suka makanan manis itu cara pandangnya terhadap orang lain lebih mengedepankan aspek fisik daripada batinnya (alias face is the first), orang yang sukanya yang senang-senang saja, suka show-off dan tidak mau kalah.  Namun, penulis cenderung tidak sependapat dengan mereka. Karena penulis merasa bukan orang yang seperti itu. Alasan ketidaksetujuan penulis adalah karena secara tidak langsung anggapan itu bertentangan dengan perilaku Nabi Muhammad SAW. yang gemar memakan makanan yang manis, seperti manisan, madu dan kurma. Lebih jauh lagi, hipotesa mereka tidak selaras dengan hadis Nabi yang menerangkan tentang keutamaan makanan berupa madu dan kurma yang jelas-jelas rasanya manis.

Nabi sangat menganjurkan umatnya untuk mengonsumsi makanan manis tersebut, madu sebagai obat dan kurma dimakan saat mengawali buka puasa di bulan Ramadan (Ramadan 1434 H. saat di mana uneg-uneg ini ditulis). Kita tahu bahwa Nabi adalah insan yang sempurna, baik fisik maupun akhlaknya. Di dalam diri beliau terdapat berbagai sifat yang terpuji dan layak untuk dijadikan panutan dalam menjalani hidup di dunia dan akherat. Dan ternyata beliau suka makanan yang manis.

Jadi menurut penulis, makanan yang manis merupakan simbol budi pekerti yang manis as know as terpuji. Kesimpulan ini penulis pahami dari satu bahasan yang tertera dalam fikih tentang permasalahan akikah. Di sana diterangkan, ketika orangtua menyembelih kambing dengan tujuan untuk mengakikahkan anaknya yang lahir, maka mereka disunahkan untuk memasak sebagian daging kambing tersebut dengan masakan yang manis sebagai bentuk tafa'ul (harapan) agar anak yang diakikahi kelak akan mempunyai budi pekerti yang baik dan manis semanis masakan daging itu.

Namun penulis menemukan sebuah ungkapan menarik, ''GARAM TERKADANG LEBIH MANIS DARIPADA GULA". Sebuah ungkapan yang merekonstruksi mindset pribadi penulis, mungkin juga pemikiran semua orang bahwa rasa manis adalah segalanya, the special one. Ungkapan inilah yang juga menggelitik penulis untuk membuat tulisan sederhana ini.

Dalam perspektif ilmu logika (mantik), rasa manis, asin dan rasa-rasa lainnya termasuk dari natijah (konklusi). Sebuah istilah yang dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang dihasilkan dari indera perasa (lidah). Indera perasa sendiri adalah salah satu dari panca indera yang ada dalam diri manusia. Di situ dijelaskan, kesimpulan yang dihasilkan oleh panca indera termasuk sesuatu yang bersifat dharuri (suatu kesimpulan yang dihasilkan tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu). Dalam arti, kita dapat mengetahui dan menyimpulkan bahwa suatu makanan itu rasanya manis atau pahit secara otomatis, cukup dengan menempelkan makanan tersebut ke lidah, tanpa perlu berpikir sama sekali. Oleh sebab itu, kesimpulan dharuri tidak dapat dipungkiri oleh rasio manusia.

Berdasarkan penjelasan ini, dapat kita simpulkan bahwa ungkapan di atas tidaklah rasional. Mana ada garam yang rasanya manis? Bahkan lebih manis daripada gula. Karena lidah tak bisa bohong. Ketika ia merasakan makanan manis, ia akan mengatakan manis. Ketika makanannya asin, ia akan mengatakan asin. Begitu seterusnya. 

Lalu apa maksud dari ungkapan itu?

Manusia memang cenderung memandang dan menyimpulkan sesuatu dari yang tampak dalam lahiriahnya. Karena biasanya apa yang tampak dapat menunjukkan sesuatu yang tidak tampak dalam diri perkara yang diamati. Ini memang sudah menjadi ketetapan Allah (sunatullah). Namun hal ini bukan sesuatu yang mutlak (absolut). Dalam arti, terkadang apa yang tampak tidak selaras dengan kenyataan yang ada. Anda tahu buah salak? Kulit luarnya tidak halus, bahkan berduri, namun buah yang ada di dalamnya nyatanya halus dan manis. Ada juga kedondong, bagian luarnya halus, namun biji yang terletak di dalamnya mengandung serabut-serabut kasar. Senada dengan hal itu, dalam ilmu balaghah (sastra Arab) ada istilah majaz, yaitu suatu ungkapan yang bertentangan dengan makna asli (makna lahiriah) dari kata tersebut. Singkatnya, makna yang dikehendaki tidak sesuai dengan arti asli yang tampak dari kata tersebut. Memahami makna kata yang digunakan penyair kadang-kadang memang sulit. Hal tersebut disebabkan kata-kata yang digunakan oleh penyair biasanya berupa kata kiasan. Kata kiasan memiliki arti yang bukan sebenarnya. Kata kiasan tersebut digunakan penyair untuk menambah keindahan puisi. Selain itu, kata kiasan digunakan untuk menekankan maksud penyair agar lebih jelas.

Jadi, jika memandang semua pertimbangan diatas, pasti ada makna “spesial” yang tersimpan dalam ungkapan tadi, sebuah arti yang tidak dapat diungkap dengan hanya mengandalkan pola pandang lahiriah saja.

Ada satu kisah inspiratif yang mampu membuat kita dapat memahami ungkapan unik tersebut. Begini ceritanya.

Alkisah, seorang pria tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis cantik di acara seminar keagamaan di sebuah gedung Islamic Center. Acara itu memang sengaja diselenggarakan di bulan Ramadan untuk menyebarkan ilmu dan memperkuat sisi spiritual masyarakat. Waktunya kira-kira jam 16.00 WIB setelah salat Ashar sampai pukul 17.15 WIB. hampir mendekati waktu buka puasa. Mereka saling pandang sebentar, pandangan yang tak sampai ternodai dosa, karena dilakukan tanpa sengaja.

Subhanallah! Si Gadis tampak begitu luar biasa cantiknya, serasi dengan jilbab dan baju gamisnya yang indah. Si Pria sendiri tampak biasa saja dan tidak begitu diperhatikan orang yang hadir. Setelah terpaku sebentar, akhirnya si Pria menyingkirkan pandangannya dari gadis itu, karena takut melakukan dosa jika ia berlama-lama memandangnya. Ia segera mencari tempat duduk yang telah disediakan oleh panitia penyelenggara.

Pada saat acara perkumpulan selesai, si Pria pergi ke sebuah  rumah makan dekat masjid untuk sekedar menghilangkan lelah setelah menghadiri perkumpulan itu sekaligus untuk berbuka puasa. Namun terlambat, ternyata semua kursi di tempat itu hampir penuh, disesaki oleh banyak orang yang sedang asyik menunggu waktu berbuka puasa. Setelah melihat-lihat ke sana kemari, ia pun menemukan satu kursi kosong di belakang meja. Sebenarnya di samping kursi itu juga ada seorang wanita. Ia merasa tak nyaman jika duduk di samping wanita. Akan tetapi ketidaknyamanannya tidak dipedulikan. Daripada nanti buka puasanya sambil berdiri, lebih baik ia duduk di situ, meskipun ada seorang wanita di sampingnya. Ini keadaan darurat.

Si Pria cepat-cepat menuju ke kursi tersebut. ''Maaf mbak! Saya minta izin duduk di kursi ini karena kursi-kursi yang lain sudah penuh.'' Ucapnya sopan.

"Ooww iya, silahkan mas!'' Jawab si Wanita sambil menengok sedikit ke pria itu.

Tak dinyana, ternyata wanita itu adalah gadis yang ia temui dengan tidak sengaja tadi sebelum acara. Apakah ini anugerah atau musibah? Wallahu A'lam.

Dengan sedikit grogi pria itu menduduki kursi kosong tersebut. Tak ada kata-kata ataupun suara selain suara dad - dig - dug jantungnya yang berdetak keras karena grogi. Untuk mencairkan suasana sunyi di tengah keramaian orang, pria itu memberanikan diri mengajak si Gadis untuk sekedar ngobrol ringan.

"Maaf mbak, Anda sudah memesan makanan belum?'' Tanya si Pria.

''Lha ini apa? Saya sudah pesan kok.'' Jawab si Gadis sambil menunjukkan makanan dan minuman yang ada di atas meja.

''Oo...iya, 'afwan tadi nggak liat, hehe...'' Timpal si Pria dengan perasaan sedikit malu sebab tidak melihat makanan tadi. Mungkin karena grogi.

Lalu, tiba-tiba si Pria meminta sesuatu kepada pelayan yang sedang lewat, ''Mas! Saya pesan kopi asin,'' Pinta si Pria.

''Apa mas, kopi asin? Pakai garam ya?'' tanya si pelayan. ''I-i-iya,'' jawabnya agak terbata-bata.

Semua orang yang mendengarpun memandang ke arah pria itu karena menganggap aneh permintaannya, sehingga wajah si Pria berubah merah sebab malu, tetapi tetap saja ia tidak membatalkan pesanannya yang aneh itu. Dan setelah azan maghrib dikumandangkan, ia segera meminumnya.

Si Gadis dengan penasaran bertanya, ''Kenapa kamu bisa punya kebiasaan seperti ini?'' 

Si Pria menjawab, ''Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut. Saya suka bermain di laut. Saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan menggigit, sama seperti kopi asin ini. Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman. Saya sangat rindu dengan kampung halaman saya. Saya kangen dengan orangtua saya yang masih tinggal di sana."

Begitu berkata kalimat terakhir, mata si Pria mulai berkaca-kaca, dan si Gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan pria di hadapannya itu. Si Gadis berpikir bila seorang pria dapat bercerita bahwa ia rindu kampung halamannya, pasti pria itu mencintai rumahnya, peduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si Gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana, masa kecilnya dan keluarganya.

Suasana kaku langsung berubah menjadi perbincangan yang hangat, juga akhirnya menjadi awal yang indah dalam cerita mereka berdua.

Kemudian hubungan pun berlanjut, si Gadis akhirnya menemukan bahwa si pria itu adalah seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya. Dia lelaki yang saleh, sangat perhatian, berhati baik, hangat, dan sangat peduli.

Kopi asin yang ada gunanya...

Lalu, seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah. Sang Putri menikah dengan Sang Pangeran, dan mereka hidup bahagia selamanya, dan setiap saat Sang Putri membuat kopi untuk Sang Pangeran, ia membubuhkan garam di dalamnya, karena ia tahu bahwa itulah yang disukai oleh pangerannya.

Setelah 40 tahun, si Pria meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata,

''Istriku yang tercinta, mohon maafkan saya. Maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka, hanya sebuah kebohongan yang aku katakan kepadamu...tentang kopi asin. Ingat saat kita bertemu di rumah makan? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta kopi manis, tapi malah berkata asin. Sulit sekali bagi saya untuk mengubahnya karena kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya maju terus. Saya tak pernah berpikir bahwa hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita. Saya mencoba berkata sejujurnya selama ini, tetapi saya terlalu takut melakukannya karena saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apapun.

Sekarang saya sekarat, saya tidak takut apa-apa lagi, jadi saya katakan padamu yang sejujurnya. Saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh, dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu. Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu denganmu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.”

Air mata si Gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Di kemudian hari bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam? Si Gadis pasti menjawab, ''Rasanya manis.''

---- ÷ ----

Kadang kita merasa bahwa kita mengenal seseorang lebih baik dari orang lain, tetapi hanya untuk menyadari bahwa pendapat kita tentang seseorang itu bukan seperti yang kita pikirkan. Perilaku yang tampak di hadapan kita, belum tentu dapat menunjukkan perangai asli seseorang. Sama seperti kejadian kopi asin tadi.

Perlakuan baik dan sempurna si Pria yang ditunjukkan kepada si Wanita dalam waktu yang lama ternyata semuanya berawal dari sebuah kebohongan yang ditutup rapat selama bertahun-tahun. Sungguh menyakitkan sekali pastinya. Sama sakitnya dengan ketika kita dibohongi oleh seseorang, apalagi dalam waktu yang lama. Namun, orang cerdik akan berusaha merubah keburukan atau kerugian menjadi keuntungan. Sedangkan orang bodoh akan membuat suatu musibah menjadi bertumpuk dan berlipat ganda.

Rasa sakit akibat dibohongi, dirugikan ataupun perlakuan buruk lainnya tidak selamanya tak berharga, sehingga harus selalu dibenci. Sebab, mungkin saja rasa sakit itu justru akan mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan bagi seseorang.

Tahukah kalian? Ketika Rasulullah SAW. diusir dari Mekah, beliau memutuskan untuk menetap di Madinah dan kemudian berhasil membangunnya menjadi sebuah negara yang sangat akrab di telinga dan mata sejarah.

Contoh pola kehidupan yang paling baik adalah kehidupan kaum mukminin generasi awal. Yaitu, mereka yang hidup pada masa-masa awal kerasulan dan lahirnya agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, hati yang baik, bahasa yang bersahaja dan ilmu yang luas. Mereka merasakan keras dan pedihnya kehidupan. Mereka pernah merasa kelaparan, miskin, diusir, disakiti dan harus rela meninggalkan semua yang dicintai, disiksa, bahkan dibunuh. Dan karena semua itu mereka menjadi orang-orang pilihan. Mereka menjadi tanda kesucian, panji kebajikan dan simbol pengorbanan.

Siapa yang tak kenal Imam Ahmad bin Hanbal? Beliau ternyata pernah dipenjara dan dihukum dera, tetapi karenanya pula ia kemudian menjadi pendiri salah satu dari 4 mazhab fikih.

Lihat juga Ibnu Taimiyah yang pernah dipenjara, tapi justru di penjara itulah ia banyak melahirkan karya.

As-Sarakhsi pernah dikurung di dasar sumur selama bertahun-tahun, tetapi di tempat itulah ia berhasil mengarang kitab sebanyak dua puluh jilid. Ketika Ibnu Atsir dipecat dari jabatannya, Ia berhasil menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Jami'ul-Ushul dan an-Nihayah, salah satu kitab paling terkenal dalam hadis. Demikian halnya dengan Ibnul-Jauzi, Ia pernah diasingkan dari Baghdad, dan karena itu ia menguasai Qira'ah Sab'ah.

Begitulah, ketika kita tertimpa musibah, keburukan atau perlakuan negatif dari orang-orang yang ada di sekitar kita, kita harus melihat sisi yang paling terang darinya. Ketika seseorang memberi kita segelas air lemon, kita perlu menambah sesendok gula ke dalamnya.

Kendalikan diri anda dalam berbagai kesulitan yang anda hadapi. Dengan begitu anda akan sadar bahwa terkadang garam lebih manis rasanya daripada gula.

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu." (QS. Al-Baqarah:216)

Sekian.