Salah satu tradisi ulama salaf yang patut diteladani adalah produktif menulis kitab.
Siapa yang tak kenal Imam as-Suyuthi? Beliau merupakan ulama produktif yang menulis tak kurang dari 600 kitab. Demikian pula Imam an-Nawawi, ada ratusan kitab yang lahir dari pena emasnya.
Siapa yang tak kenal Imam as-Suyuthi? Beliau merupakan ulama produktif yang menulis tak kurang dari 600 kitab. Demikian pula Imam an-Nawawi, ada ratusan kitab yang lahir dari pena emasnya.
Kitab-kitab yang mereka tulis tidak seperti buku zaman sekarang. Kitab-kitab itu hanya berupa tulisan tangan, yang untuk membacanya jelas membutuhkan ketelitian dan keahlian khusus. Kitab-kitab tulisan tangan itu disebut dengan manuskrip atau naskah kuno. Dalam bahasa Arab disebut makhthuthat, yakni karya tulis yang masih berupa tulisan tangan.
Dalam realitasnya, mayoritas manuskrip (makhthuthat) memang ditulis oleh penulisnya sendiri. Misalnya Shahih al-Bukhari. Kitab kompilasi hadis ini ditulis sendiri oleh Imam al-Bukhari. Akan tetapi ada juga yang ditulis oleh para murid dan sahabatnya, seperti kitab al-Umm karya Imam asy-Syafi'i. Manuskrip kitab ini bukan tulisan asli Imam Syafi’i, melainkan hasil dikte (imla') beliau kepada beberapa muridnya. Salah satu dari mereka adalah Imam al-Muzani.
Tradisi menulis ilmu mempunyai posisi yang amat penting dalam melestarikan ajaran-ajaran Islam. Dengannya syariat ajaran Rasulullah SAW dapat tertransfer dengan baik menuju generasi setelahnya secara turun temurun.
Bayangkan, apa dampaknya bila ilmu itu tidak ditulis? Pasti akan berakibat buruk pada kelestarian syariat Islam itu sendiri. Contoh sederhana, ketika Sayidina 'Umar bin Khaththab r.a. mendapati banyak huffazh (penghapal al-Qur’an) gugur dalam peperangan pada era kekhalifahan Sayidina Abu Bakar r.a. Beliau menjadi khawatir keberadaan al-Qur'an akan hilang seiring berkurangnya jumlah huffazh sebab kematian, sementara pada saat itu kitab suci kita ini belum ditulis atau dibukukan. Dari situlah Sayidina 'Umar mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk segera membukukan al-Qur'an. Usulan itu langsung disetujui Khalifah Abu Bakar, lalu beliau segera memerintahkan Zaid bin Tsabit r.a. agar mengumpulkan al-Qur’an yang masih berada di dalam dada para sahabat, untuk dituliskan atau dibukukan.
Itulah hikmah dari menulis yang telah lama diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ رواه الطبراني والحاكم
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. ath-Thabrani dan al-Hakim)
Keberadaan karya-karya tulis para ulama adalah bukti atas eksistensi pengetahuan sebuah umat dan dalil atas sebuah peradaban. Jika bukti manuskrip para ulama Islam tidak dijaga dengan baik oleh generasi sekarang, apalagi musnah atau pindah ke tangan pihak lain, bagaimana kita hendak menyatakan bahwa umat ini pernah memiliki peradaban yang begitu hebat dan cemerlang?
Tidak hanya itu, pengetahuan dan ilmu umat ini juga tersimpan di dalam karya-karya ulama tersebut. Ilmu itu meliputi tafsir, hadis, fikih, ushul fikih, mantiq, sejarah Islam, bahasa dan lain sebagainya. Tanpa kekayaan intelektual itu, umat ini tidak akan benar-benar menjadi umat berperadaban seperti sekarang. Karya-karya tulis ulama itulah yang menjadi bukti betapa tingginya peradaban Islam masa lampau. Ia ibarat saksi bisu dari kejayaan Islam.
Salah satu hikmah menulis adalah karena ia bisa menjadi bagian dari amal jariyah. Syaratnya, seorang penulis melakukannya ikhlas karena Allah semata. Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ. (رواه مسلم)
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah darinya amalannya, kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Berkat hadis inilah para ulama salaf termotivasi menulis ilmu, dan secara tidak langsung khazanah intelektual Islam menjadi terjaga dan lestari.
Kita sangat beruntung dan patut bersyukur bahwa tradisi menulis ini terawat dengan baik sampai di zaman modern saat ini, terbukti dengan bermunculannya banyak penulis muslim generasi modern yang senantiasa mewarnai jagat intelektual Islam dunia. Mereka adalah para penulis muslim berpaham sunni, dengan keilmuan yang mumpuni, dan produktif mencetak karya-karya monumental yang bermanfaat bagi umat Islam secara umum.
Berawal dari sinilah kami akan merekomendasikan para penulis muslim modern yang karyanya telah banyak menyebar di kalangan umat Islam masa kini. Berikut daftarnya:
1. Dalam ilmu akidah, filsafat dan pemikiran Islam: Syekh Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi (Syria), Syekh Dr. Sa'id Faudah (Yordania), Syekh Prof. Taha 'Abdurrahman (Maroko), Maulana Wahiduddin Khan (India), Syekh Rahmatullah al-Hindi (India), Syekh Ahmad Hussein Deedat (India), Syekh Muhammad Zahid bin Hasan al-Kawtsari (Mesir), dan Syaikhul-Islam Mustafa Shabri (Mesir);
2. Dalam ilmu ushul fikih: Dr. Muhammad Fathi ad-Duraini (Syria), Syekh Dr. Mushthafa bin Sa'id al-Khin (Syria), Syekh Muhammad Salam Madkur (Mesir), Syekh Dr. Mustafa Dib al-Bugha (Syria), dan Syekh 'Abdul-Wahab Khalaf (Mesir);
3. Dalam ilmu maqashid syari'ah: Syekh 'Abdullah bin Bayyah (Mauritania), dan Syekh Ahmad ar-Raisuni (Maroko);
4. Dalam ilmu hadis: Syekh Dr. Nuruddin Muhammad Hasan 'Itr (Syria), Syekh Prof. Dr. Ahmad Ma’bad 'Abdul-Karim al-Azhari (Mesir), Maulana Khalil Ahmad Saharanpuri (India), Syekh Mushthafa al- Adhami, Syekh Muhammad 'Ajaj al-Khatib (Syria), Syekh Syarif Hatim al-'Auni (Arab Saudi), dan Maulana Muhammad Zakariya al-Kandahlawi (India);
5. Dalam ilmu Qur'an dan tafsir: Syekh Muhammad 'Abdul-'Azhim az-Zarqani (Mesir), Syekh Muhammad ath-Thahir bin 'Asyur (Tunisia), Syekh Ayman Suwaid (Syria), Syekh Prof. Dr. Muhammad 'Ali ash-Shabuni (Syria), Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi (Mesir), dan Syekh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi (Mauritania);
6. Dalam ilmu fikih perbandingan (muqaran), fatwa dan penerapan dalam undang-undang positif: Syekh Prof. Dr. Wahbah Mustafa az-Zuhayli (Syria), Syekh Muhammad Abu Zahrah (Mesir), Syekh Dr. 'Ali Jum'ah Muhammad 'Abdul-Wahhab (Mesir), Syekh Mustafa bin Ahmad bin Muhammad Az-Zarqa (Syria), Syekh Dr. Muhammad az-Zuhayli (Syria), dan Syekh Dr. Sa'di Abu Jaib (Syria);
7. Dalam ilmu ekonomi Islam: Syekh Dr. M. Umer Chapra (India), dan Syekh Dr. Rafiq Yunus al-Mishry (Mesir);
8. Dalam ilmu politik Islam: Syekh Rached Ghannouchi (Tunisia), Syekh 'Abdurazzaq as-Sanhūrī Basya (Mesir), Dr. Mohammed Salim al-'Awwa (Mesir), Syekh Ahmad Daud Oglu/Ahmet Davutoğlu (Turki), dan Dr. Nadia Mustafa;
9. Dalam ilmu tasawuf Islam: Syekh al-Habib 'Umar bin Hafizh (Yaman), Syekh Yusuf an-Nabhani ad-Dimasyqi (Syiria), Syekh 'Abdul-Qadir 'Isa Azizi al-Halabi asy-Syazili (Syria), Syekh Sa'id Hawwa (Yordania), dan Syekh 'Abdullah bin Muhammad Najib Sirajuddin al-Husaini (Syria);
10. Dalam wawasan keislaman: Syekh Abul-Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi (India), Syekh Fethullah Gülen/Hocaefendi (Turki), Syekh Bediüzzaman Sa'id Nursî (Turki), Syekh Dr. Yusuf 'Abdullah al-Qaradawi (Mesir), Dr. Muhammad 'Imarah (Mesir), Abuya Sayyid Muhammad bin 'Alawi al-Maliki (Arab Saudi), Dr. Mustafa as-Siba'i (Syria), dan Syekh Mohammad al-Ghazali as-Saqqa (Mesir);
11. Dalam ilmu adab dan sastra: Syekh 'Ali ath-Thanthawi (Syria), Syekh Mustafa Shadiq ar-Rafi'i (Mesir), Buya Hamka/Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Indonesia), Syekh Muhammad Iqbal (India), dan Syekh Mustafa Lutfi al-Manfaluti (Mesir);
12. Dalam ilmu sejarah Islam: Dr. Nizar Abazhah (Syria), Syekh Prof. Dr. 'Ali Muhammad ash-Shalabi (Libya), Dr. Syauqi Abu Khalil (Syria), dan Syekh Muhammad al-Khudhari Bik/Muhammad bin 'Afifi al-Bajuri (Mesir);
13. Dalam ilmu dakwah dan qadhaya sa'ah: Syekh al-Habib Abu Bakar al-'Adni bin 'Ali al-Masyhur (Yaman), Syekh Ahmad Kuftaro (Syria), dan Dr. Thariq 'Ali al-Habib (Arab Saudi);
14. Hasyiyah dan tahqiq buku klasik: Syekh Muhammad Yasin bin Muhammad 'Isa al-Fadani (Arab Saudi), Syekh 'Abdul-Fattah Abu Ghuddah Anshari (Syria), Syekh Dr. Muhammad Hasan Hitou Ph.D (Syria), Syekh Prof. Dr. Muhammad Nur Saif Hilal (Uni Emirat Arab) , Syekh 'Abdul-Qadir al-Arnauthi (Kosovo), Syekh Anas asy-Syarfawi (Syria), Syekh Mahmud Muhammad Syakir (Mesir), Syekh Ahmad bin Muhammad Syakir (Mesir), dan silsilah Ghumariyyin (Maroko).
Daftar di atas merupakan sebagian dari ulama modern yang pendapat maupun tulisannya dapat dijadikan rujukan dalam memahami syariat Islam secara benar.
Sekian. Semoga bermanfaat.*
*Dari berbagai sumber.