Pondok pesantren adalah sebuah instansi pendidikan agama yang menawarkan kepada para penuntut ilmu berbagai macam ilmu syariat yang begitu mempesona. Di sana, gerbang dunia pesantren terbuka lebar dan siap menyambut semua orang dengan segenap gemerlap ilmu yang menggoda. Namun demikian, pada sisi lain ia juga merupakan sebuah ruang yang di dalamnya ada banyak ujian yang tak lelah menghadang dan rintangan yang selalu siap menerkam.
Berangkat dari sini, tangan ini tergerak untuk menuliskan beberapa patah kata yang ingin penulis titipkan kepada para santri yang tengah mencari ilmu di pesantren. Semoga goresan tangan ini dapat memotivasi mereka agar tetap teguh bertahan di tengah arus syariat dan menjadi bekal dalam melangkah dan menatap masa depan yang cerah.
Sobat, kemana pun langkah akan kalian bawa, selalu ingatlah bahwa kalian adalah bagian dari komunitas makhluk mulia yang telah memperoleh amanah umur dari Allah swt. Sebuah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di akherat kelak.
Dalam hal ini, Fadhîlatusy Syaikh al-Habîb `Umar bin Hafidz al-Yamani mengingatkan kita dalam salah satu halaqah pengajian beliau. Beliau mengatakan,
عُمْرُكَ أَمَانَةٌ، عُمْرُكَ أَمَانَةٌ, لَا يُمْكِنُ أَنْ تَأْخُذَهَا مِنْ مَصْنَعٍ وَلَا مِنْ دُكَّانٍ
وَلَا مِنْ إِنْسَانٍ وَلَا مِنْ جِنٍّ وَلَا مِنْ صَغِيْرٍ وَلَا مِنْ كَبِيْرٍ، أَمَانَةٌ مِنْ عِنْدِهِ وَحْدَهُ.
عُمْرُكَ أَمَانَةٌ, فَهَلْ أَنْتَ مِمَّنْ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ رَاعُوْنَ؟
"Umurmu adalah amanah. Umurmu adalah amanah. Tak mungkin kauambil umur tersebut dari pabrik, toko, manusia, jin, anak kecil dan orang dewasa. Ia adalah amanah yang diperoleh dari Allah semata. Maka apakah engkau termasuk orang-orang yang menjaga amanah-amanahnya?"
Maka dari itu, jangan sembrono dalam mengisi umur hidup ini! Karena perbuatan tersebut sama dengan menyia-nyiakan amanah Allah.
Berkaitan dengan ini, Para ulama salaf menjelaskan bahwa hal terbaik yang dapat digunakan untuk memenuhi amanah umur hidup sekaligus akan menjadi amal ibadah kepada Allah swt adalah menuntut ilmu. Sebagaimana Allah swt. menegaskan hal ini dalam mutiara kalam-Nya :
{فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ} الآية [التوبة: 122]
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama...” (Qs. At-Taubah:122)
Dari sinilah, kalian patut bersyukur kepada Allah karena kalian telah ditakdirkan-Nya dapat ber-thalabul-`ilmi di pondok pesantren. Sebab, min `alâmâti mahabbatil khôliq ilâ makhlūqihi tashîluth thô`âti wa taufîquhu lil qiyâm bihâ (termasuk tanda-tanda cinta Tuhan Sang Pencipta kepada makhluk-Nya adalah memberi kemudahan dalam melakukan ketaatan kepada-Nya dan menganugerahkan taufik untuk melaksanakannya), sesuai dengan penjelasan Syaikh Ahmad bin Muhammad bin`Ajîbah Asy-Syarîf al-Hasani dalam kitab beliau, al-`Umdah fî Syarh al-Burdah.
Namun demikian, semua keistimewaan dan keberuntungan ini tidak akan berguna jika kalian tidak terjun langsung menyelami ilmu-ilmu yang bertebaran di madrasah ini.
Ingatlah! Keberhasilan kalian menjadi orang yang ahli agama bukan karena berada di pondok pesantren, akan tetapi sebab kerja keras kalian dalam menyerap ilmu yang terhampar luas di dalamnya melalui belajar di perpustakaan kitab, mengaji dan istifadatul-'ilmi (menimba ilmu) ke para ulama, kiai, masyayikh dan para ahlul-'ilmi secara umum. Karena itulah, Fadhîlatusy Syaikh Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam sebuah ceramahnya mengatakan,
الْجَامِعَةُ أَوِ الْمَعْهَدُ لَا يُعْطِيْكَ الْعِلْمَ، يُعْطِيْكَ مِفْتَاحَ الْعِلْمِ، مَفَاتِيْحَ الْعِلْمِ. أَمَّا الْعِلْمُ نَفْسُهُ فَفِيْ الْمَكْتَبَةِ
“Universitas atau pondok pesantren tidak memberimu ilmu pengetahuan, ia memberimu kunci ilmu pengetahuan, kunci-kuncinya. Adapun ilmu itu sendiri itu letaknya di perpustakaan.”
Tidak diragukan lagi bahwa mempelajari dan memahami ilmu agama hanya dapat sempurna bagi orang-orang yang telah memiliki sarana-sarananya. Dan salah satu sarana untuk menghasilkan ilmu adalah akal pikiran mumpuni. Akan tetapi, akal yang mumpuni tak akan menghasilkan guna jika tak diisi dengan ilmu di dalamnya. Karena akal hanyalah sebuah alat atau sarana untuk mencapai tujuan utama, dan tujuan utama kita adalah memperoleh ilmu. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa posisi ilmu lebih utama daripada akal, sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad 'Alî ash-Shabunî (seorang ulama besar yang pernah menjadi dosen di Universitas Ummul Quro, Makkah) dalam kitab ‘masterpiece’ beliau, Rawâi` al-Bayân fî Tafsîri Âyat al-Ahkâm.
Sobat, bisa dikatakan, kalian saat ini telah berhijrah. Berhijrah dari tempat yang lama menuju ke tempat baru. Yakni, berpindah dari kampung halaman tempat lahir kalian menuju tempat baru yang terbaik, yaitu pesantren. Ini adalah hijrah lahiriah.
Dalam lingkup yang sederhana, hijrah juga bisa diartikan dengan mencoba untuk mengubah sikap, perilaku, kebiasaan serta cara berpikir yang sebelumnya cenderung bebas tanpa kontrol, buruk atau tidak sesuai dengan norma-norma hukum Allah swt. menjadi lebih bijak dan syar’i. Dan ini disebut hijrah batiniah. Untuk itu, tidak selayaknya kalian hanya melakukan hijrah lahiriah saja (berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain) tanpa berhijrah dari akhlak yang buruk menjadi baik.
Berhijrahlah secara total! Bila sebelumnya kalian tidak berakhlak mulia atau dalam hal berpakaian kalian mengenakan yang masih kurang sesuai dengan identitas sebagai santri, maka sudah waktunya untuk memperbaiki kualitas akhlak dan kualitas berbusana kalian menjadi lebih sempurna dan syar`i. Bila sebelumnya kalian hanya tertarik dengan buku-buku, majalah, atau media lain yang tidak memberikan manfaat bagi kekayaan batin, maka sudah waktunya pula untuk membuka wawasan dan cakrawala dengan mulai mengkonsumsi bacaan-bacaan kitab-kitab kuning yang bisa meningkatkan kualitas iman dan Islam.
Jangan sia-siakan waktu-waktu senggang kalian dengan melakukan perbuatan yang tidak mendatangkan keuntungan duniawi dan akhirat. Gunakanlah waktu kalian untuk belajar, memperdalam ilmu agama, membaca, menulis ataupun kegiatan yang bermanfaat lainnya.
Banyak sekali kitab-kitab karangan ulama salaf yang menjelaskan dasar-dasar, etika-etika dan persyaratan dalam memperoleh ilmu. Maka haruslah bagi kalian sebagai ‘pemburu ilmu agama’ untuk menghadirkan ke semua elemen-elemen tersebut dalam sendi-sendi kehidupan.
Ingatlah dawuh Fadhilatu Syaikhina KH. Moh. Sa`id Abdurrochim dalam kitab monumental beliau, Hilyah al-Thullab,
فَالْعِلْمُ لَا يَصِلُ إِلَيْهِمْ إِلَّا بِالتَّحَلِّيْ بِآدَابِهِ وَطُرُقِهِ وَوَسَائِلِهِ
“Ilmu tidak dapat sampai kepada para penuntut ilmu kecuali dengan menghiasi diri dengan adab-adab, jalan dan wasilah-wasilahnya."
Jadi, jangan sampai kalian sebagai seorang santri dalam masa-masa menuntut ilmu tidak memenuhi semua persyaratan tersebut atau kurang maksimal dalam memenuhinya. Karena hal itu dapat menimbulkan kesulitan dalam memperoleh ilmu, dan seandainya telah memperoleh ilmu, maka sulit bagi kalian untuk dapat memperoleh manfaat dan berkah ilmu yang didapatkannya.
Adapun sarana terkuat dan rahasia terampuh agar dapat mencapai kesuksesan dalam memperoleh ilmu adalah sifat al-jidd (kerja keras) dan al-himmah (niat atau cita-cita yang kuat). Kedua sifat ini harus berjalan beriringan. Karena, jika seorang penuntut ilmu hanya memiliki salah satu saja dari dua sifat ini, misalnya hanya mempunyai himmah yang tinggi, tapi tidak disertai kerja keras, atau telah bekerja keras namun tidak memiliki cita-cita yang tinggi, maka ilmu yang diperolehnya tidak akan maksimal, dalam arti hanya akan mendapat ilmu yang sedikit.
Langkah pertama untuk menghasilkan dua sifat ini adalah kalian harus memotivasi diri dan membuat diri kalian haus akan ilmu pengetahuan serta membangkitkan rasa cinta terhadap ilmu sampai mempejari ilmu tersebut terasa lezat dan menyenangkan baginya dan sulit baginya untuk bisa berpisah dengannya atau melupakannya. Ketika semua itu telah terjadi, maka semua rintangan, halangan dan ujian dalam menuntut ilmu akan terasa ringan baginya dan setiap pengorbanan yang telah dilakukan untuk mendapatkan ilmu terasa kecil baginya.
Dan bentuk implementasi dua sifat itu adalah dengan menghindari sifat malas dan bosan. Karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Jika seseorang malas, maka ia akan banyak tidak melaksanakan kewajiban dan jika ia bosan, maka ia tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.
Selain itu, yang harus kalian ingat bahwa puncak dari segala upaya dan ikhtiar adalah terus bersabar dan berusaha istikamah. Jelas, di periode belajar kalian akan selalu ada saat-saat di mana kalian merasa sedih dan sendiri. Saat di mana kalian mungkin merasa lelah atau jenuh dalam mencari ilmu. Tapi kalian pun tahu, bahkan Rasulullah SAW., seorang manusia ma`shum yang doanya selalu diterima pun pernah mengalaminya.
Jadi, tetaplah kalian bersabar dengannya. Sebab, ujian dan cobaan akan selalu membuat kalian lebih matang dan dewasa dalam menjalani kehidupan.
Dan di masa yang akan datang, ketika kalian telah menggapai kesuksesan dalam menuntut ilmu di pesantren, tetaplah bersikap tawaduk. Jangan merasa sombong, merasa lebih pintar dari yang lain.
Camkan dalam hati kalian sebuah peringatan dari al-Imâm Muhammad al-Bâqir al-Husaini bin `Alî Zainal `Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib al-Qurosyi al-Hâsyimi (radhiallahu 'anhum), “Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”
Sobat, hari depan kalian—yang bahkan kami sendiri belum tahu—itu harus mampu kalian lalui dengan baik. Di luar sana, kalian akan berhadapan dengan wajah dunia yang bersolek dengan berbagai macam kecanggihan teknologi yang telah menjadi sarana yang umum di dalam menyebarkan informasi sekaligus propaganda.
Arus informasi yang berasal dari segala macam sumber dan kepentingan akan sangat mudah membentuk kepribadian serta pola pikir kalian bila kalian tak memiliki benteng yang kuat. Belum lagi dengan fenomena kemunculan media-media cetak tak bermoral yang semakin hari semakin mudah ditemukan di jalanan.
Oleh karena itu, kalian harus mempertahankan benteng iman kalian. Memegang teguh identitas santri kalian di luar sana.
Dan khusus untuk kalian, tetaplah berjiwa ‘thalibul-'ilmi’ meski kalian kelak telah menjadi orang. Tanamkanlah jiwa ‘santri pemburu ilmu’ dalam diri kalian dimanapun dan kapanpun kalian berada meskipun kalian telah menua.
Ingatlah selalu pesan Imam Ahmad bin Hambal ra., salah satu murid Imam Asy-Syafi`i ra. yang berhasil menjadi pakar hadis dan merupakan pendiri Madzhab Hambali,
مَعَ الْمِحْبَرَةِ إِلى الْمَقْبَرَةِ
"Teruslah membawa tinta, sampai kau beristirahat di liang pusara."
Demikianlah. Hanya kepada kalian, saya tuliskan pesan ini. Bersama baluran doa restu serta curahan rasa cinta seorang saudara sesama muslim yang tak pernah kering, akan kami pintakan pada Allah swt. Sang Pemilik setiap jiwa agar selalu melindungi kalian di dalam naungan keselamatan serta ridha-Nya.
Jagalah selalu hati dan diri kalian di setiap tempat dan waktu.
Sarang, Maret 2016 M.