Media Informasi Dan Dakwah Pondok Pesantren Al-Ihsan Gembong

MANAQIB KAKEK-KAKEK NABI PART 4 (SAYYID HASYIM)

MANAQIB KAKEK-KAKEK NABI PART 4 (SAYYID HASYIM)



Sayyid Hasyim (w. 510 M.) bernama asli 'Amr bin 'Abdi Manaf, putra dari Sayyid 'Abdu Manaf dan merupakan saudara kembar dari 'Abdu Syams. 'Abdu Syams sendiri adalah ayah dari Umayyah, ayahanda Abu Sufyan dan kakek dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang kelak akan membangun kekhalifahan dinasti Umayyah. 

Sayyid Hasyim biasa dipanggil dengan sebutan 'Amr al-'Ula karena derajatnya yang luhur (term al-'ula berasal dari bahasa Arab yang artinya luhur atau tinggi). Beliau juga mendapatkan julukan Abul-Bathha' (bapak tanah Batha) dan Sayyidul-Bathha' (tuan/pemimpin Batha).

Sayyid Hasyim merupakan pemimpin kaum Quraisy sepeninggalan ayahnya, Sayyid 'Abdu Manaf. Diceritakan, pada era kepemimpinan beliau kaum Quraisy dilanda musibah kelaparan yang parah akibat musim paceklik yang berkepanjangan. Melihat kondisi kaumnya yang memprihatinkan, Sayyid Hasyim bergegas pergi ke kota Syam untuk membeli banyak tepung dan kue. Setelah pulang kembali ke Mekah, beliau meremukkan kue-kue dan roti-roti yang terbuat dari tepung tadi,  juga menyembelih banyak unta, kemudian semua bahan itu diolah menjadi tsarid (semacam bubur roti yang diremuk dan direndam dalam kuah) untuk dibagi-bagikan ke seluruh masyarakat Quraisy.

Dari kisah inilah orang-orang Quraisy memanggil beliau dengan sebutan "Hasyim". Dalam bahasa Arab, term ini merupakan isim fa'il dari kata hasyama - yahsyimu - hasyman yang mempunyai makna 'orang yang meremukkan roti untuk dibuat bubur'. Julukan ini menjadi lambang dari kedermawanan Sayyid Hasyim yang senantiasa berbagi kepada sesama baik di kala suka maupun duka.

Sayyid Hasyim adalah saudagar kaya raya yang adil dan pelindung bagi kaumnya. Adil karena beliau selalu memenuhi hak masyarakat, apapun itu. Seorang pelindung karena berkat perlindungan beliau orang-orang yang takut akan merasa aman dan terjaga.

Anda kenal surat Quraisy, bukan? Awal surat ini berbunyi:

لِإِيْلَافِ قُرَيْشٍ، إِيْلٙافِهِمْ رِحْلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيْفِ

"Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas." (QS. Quraisy [106] :1)

Ayat ini berhubungan dengan tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab. Dahulu kala, bangsa Arab biasa pergi (rihlah) ke luar daerah pada musim dingin untuk menjauhi hawa dingin yang mendera dan mencari air serta tempat-tempat gembalaan baru untuk unta-unta mereka. Sementara pada musim panas mereka akan pergi ke luar daerah yang iklimnya lebih ramah untuk menghindari hawa panas di daerah mereka. Dari situ Sayyid Hasyim mempunyai ide untuk menertibkan kebiasaan tersebut. Beliau menetapkan kebijakan baru agar rihlah tersebut dilakukan dengan tujuan bisnis/berdagang. Hal ini bertujuan supaya kebiasaan yang sudah mentradisi secara turun temurun ini bisa lebih produktif dan bermanfaat. 

Adapun teknisnya, Sayyid Hasyim menetapkan 2 rihlah untuk kaum Quraisy. Rihlah pertama, pada musim dingin (asy-syita') kafilah-kafilah dagang Quraisy pergi menuju ke negeri Yaman dan Habasyah yang beriklim lebih hangat. Rihlah kedua, pada musim panas (ash-shaif) kafilah-kafilah dagang bertolak menuju ke negeri Syam karena iklimnya lebih ramah dan menyediakan air segar yang melimpah. 

Tidak hanya itu, menimbang rute-rute yang dilalui kafilah Quraisy tersebut tidak aman sebab banyaknya perampok dan penyamun yang mengincar, Sayyid Hasyim langsung menemui kaisar penguasa negeri Syam dan melobinya agar mau ikut menjaga keamanan kafilah-kafilah Quraisy yang pergi menuju Syam. Akhirnya kesepakatan terjadi di antara keduanya. Di lain tempat, Sayyid Hasyim juga mengirimkan saudaranya untuk melobi Raja Najasyi (penguasa negeri Habasyah) dan penguasa-penguasa kabilah Himyar dengan misi yang sama, yaitu menjamin keamanan para kafilah dagang. Misi ini juga telah berhasil dicapai.

Dengan terjaminnya keamanan rute-rute yang dilalui para kafilah Quraisy, aktivitas ekonomi secara otomatis menjadi lancar dan pada akhirnya nama Mekah populer di berbagai penjuru daerah sebagai pusat perdagangan dan ekonomi.

Ada satu kejadian menarik yang pernah dialami oleh Sayyid Hasyim. Dalam kitab "Madarijush-Shu'ud" syarah dari Mawlid al-Barzanji karya Syekh Nawawi al-Bantani (hlm. 6) dikisahkan, tiada pernah Sayyid Hasyim berpapasan dengan batu dan pohon, melewati kota dan desa kecuali semuanya akan berbicara kepadanya dan mengatakan:

أٙبْشِرْ يٙا هٙاشِمُ، فٙإِنّٙهُ سٙيٙظْهٙرُ مِنْ ظٙهْرِكٙ نٙبِيٌّ يٙكُوْنُ خٙاتِمٙ النّٙبِيِّيْنٙ وٙالْمُرْسٙلِيْنٙ

"Bergembiralah, wahai Hasyim! Sesungguhnya kelak akan muncul dari punggungmu (tulang sulbi) seorang nabi yang akan menjadi pamungkas para nabi dan utusan-utusan Tuhan."


Referensi:
1. Kitab "Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallama" karya Syekh Muhammad Ridha, hlm. 24;

2. Kitab "al-Qashash ad-Dini; Hasyim Ibnu 'Abdi Manaf" karya Syekh 'Abdul-Hamid Jawdah as-Sahhar, hlm. 11—13;

3. Kitab "Madarijush-Shu'ud" karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, hlm. 6.